KAMI MELAYANI : FOTO UDARA I UNIT & SPAREPART DRONE I HIGH RESOLUTION SATELLITE IMAGERY I TRAINING SURVEY & PEMETAAN I SURVEY TOPOGRAFI & KESESUAIAN LAHAN I ANALISIS GIS

Sunday, May 24, 2015

Konsep Dasar Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu, teknologi dan seni perolehan data, pengolahan dan penyajian data yang merekam interaksi antara energi elektromagnetik dengan suatu obyek. Dengan kata lain dapat didefinisikan sebagai ilmu, teknologi dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.

Secara umum penginderaan jauh menunjukkan aktifitas perekaman, pengamatan dan penangkapan fenomena obyek atau peristiwa dari jarak tertentu. Dalam penginderaan jauh, sensor tidak langsung berkontak dengan obyek yang diamati. Hal tersebut membutuhkan alat penghantar secara fisik atau media untuk menyampaikan informasi dari obyek ke sensor melalui medium.

Energi Elektromagnetik dalam Penginderaan Jauh Satelit
Salah satu media yang paling banyak digunakan oleh penginderaan jauh dengan wahana satelit ialah transmisi energi secara elektromagnetik. Contoh energi elektromagnetik ini ialah cahaya yang nampak oleh mata manusia.

Ilustrasi perekaman fenomena di permukaan bumi
menggunakan teknologi penginderaan jauh

Energi elektromagnetik menunjukkan gejala gelombang yang ditransmisikan secara transversal. Pada dasarnya gejala gelombang ini dapat digambarkan sebagai gerak berayun yang harmonis memiliki frekuensi dan kecepatan tertentu serta dapat diilustrasikan sebagai gerak sinusoidal. Berdasarkan konsep fisika dasar, gelombang mempunyai persamaan umum sebagai berikut :
C  =  f  x  l
=  kecepatan cahaya (3 x 108 m/dtk)
=  frekuensi
l =  panjang gelombang

Gelombang elektromagnetik yang meliputi
gelombang elektrik sinusoidal (E) dan Gelombang magnetik sinusoidal (M)
Energi elektromagnetik bergerak dengan kecepatan tertentu yaitu 3x108 m/detik. Karena  kecepatan atau C tetap, maka  frekuensi f dan panjang gelombang λ selalu berbanding terbalik. Frekuensi atau panjang gelombang tertentu mempunyai karakteristik tertentu pula sehingga dikelompok-kelompokkan sebagai spektrum.

Spektrum Elektromagnetik

Nama spektrum biasanya digunakan pada bagian spektrum elektromagnetik, seperti gelombang inframerah, gelombang radio, gelombang mikro, dan sebagainya. Dan spektrum ini tidak mempunyai batasan yang tegas antara satu bagian spektrum satu dengan spektrum berikutnya. Bagian spektrum sinar tampak (± 0,4 – 0,7 μm) pada gambaran logaritmik merupakan bagian sempit, yang dapat memberikan sensasi pada mata manusia.


Sifat radiasi elektromagnetik lebih mudah dijelaskan dengan menggunakan teori gelombang, tetapi interaksi antara energi elektromagnetik dengan obyek-obyek lain dapat dijelaskan dengan teori partikel. Teori partikel menyatakan bahwa radiasi elektromagnetik terdiri dari beberapa bagian terpisah yang disebut sebagai foton. Hubungan antara teori gelombang dengan teori quantum dalam perilaku radiasi elektromagnetik dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

E  =  hc / l
Karena besarnya energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang, maka dapat dikatakan bahwa makin panjang panjang gelombang yang digunakan makin rendah kandungan energinya.

Interaksi Energi Elektromagnetik dengan Atmosfer
Semua radiasi yang dideteksi oleh sensor pada sistem penginderaan jauh satelit melewati atmosfer dengan jarak atau panjang jalur tertentu. Panjang jalur tesebut dapat bervariasi panjangnya. Pada fotografi dari antariksa dihasilkan dari radiasi matahari yang melewati dua kali tebal penuh atmosfer bumi pada perjalannya dari sumber radiasi ke sensor. Selain itu, sensor termal yang mendeteksi energi yang dipancarkan oleh obyek di bumi, melewati jarak di atmosfer yang relatif pendek. Perbedaan jarak yang dilalui, kondisi atmosfer, panjang gelombang yang digunakan serta besarnya sinyal energi yang diindera berpengaruh terhadap variasi total atmosfer. 

Pengaruh atmosfer sangat bervariasi tergantung pada intensitas dan komposisi spektral radiasi yang tersedia bagi suatu sistem penginderaan satelit. Pengaruh ini disebabkan oleh mekanisme hamburan (scattering) dan serapan (absorption) oleh atmosfer.

Hamburan (Scaterring) dan Serapan (Absorption)

Interaksi Energi Elektromagnetik dengan Obyek di Permukaan Bumi
Bagian energi yang mengenai obyek dipermukaan bumi akan dipantulkan, diserap, atau ditransmisikan dengan menerapkan hukum kekekalan energi. Dalam hukum kekekalan energi tersebut dapat dinyatakan sebagai hubungan timbal balik antara tiga jenis interaksi energi tersebut, sebagai berikut:

E1  (l) = ER (l) + EA +ET (l)
E1 = energi yang mengenai obyek
ER = energi yang dipantulkan
EA = energi yang diserap
ET = energi yang ditransmisikan

Persamaan di atas merupakan suatu persamaan keseimbangan energi yang menunjukan hubungan timbal balik antara mekanisme pantulan, serapan dan transmisi. Dari persamaan di atas terdapat 2 (dua) hal penting :


  1. Bagian energi yang dipantulkan, diserap dan ditransmisikan akan berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisi obyek muka bumi. Dari perbedaan ini, memungkinkan kita dapat membedakan obyek yang berbeda pada suatu citra. 
  2. Dengan panjang gelombang yang berbeda, untuk obyek yang sama, bagian energi yang dipantulkan diserap dan ditransmisikan kemungkinan akan berbeda. Sebagai akibatnya, variasi spectral ini akan menghasilkan efek visual yaitu warna. Sebagai contoh: obyek akan berwarna biru bila obyek tersebut banyak memantulkan bagian spectrum biru, berwarna hijau bila banyak memantulkan bagian spectrum hijau, dan seterusnya. Sehingga interpretasi visual dengan mata dapat menggunakan variasi spectral pada besaran energi pantulan untuk menbedakan berbagai obyek.

Pantulan Spektral Vegetasi, Tanah dan Air

Pantulan spectral energi elektromagnetik matahari
terhadap vegetasi, tanah dan air yang diterima oleh sensor satelit

Pada gambar di atas ditunjukkan suatu kurva pantulan spectral pada tiga obyek utama di permukaan bumi, yaitu vegetasi sehat berdaun hijau, tanah gundul (lempung coklat kelabu), dan air jernih. Garis pada kurva tersebut menyajikan kurva pantulan rata-rata yang dibuat dengan pengukuran sampel obyek yang jumlahnya banyak (Lillesand. 2002). Kurva ini menunjukkan suatu indikator tentang jenis dari kondisi obyek yang berkaitan. Walaupun pantulan obyek secara invidual akan berbeda besar di atas dan dibawah nilai rata-rata, tetapi kurva tersebut menunjukan beberapa titik fundamental yang berkaitan dengan pantulan spektral.

Vegetasi sehat berwarna hijau disebabkan oleh besarnya penyerapan energi pada spektrum hijau. Apabila tumbuhan mengalami beberapa gangguan, dan akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan produksinya secara normal maka hal itu akan mengurangi atau mematikan produksi klorofil. Akibatnya berupa kurangnya serapan oleh klorofil pada saluran biru dan merah. Sering pantulan pada spektrum merah bertambah hingga kita lihat tumbuhan tampak berwarna kuning, gabungan antara hijau dan merah. (Lillesand 2000)

Kurva pantulan spektral yang mencirikan
obyek vegetasi, tanah dan air
Sensor
Sensor adalah alat untuk mengukur dan merekam energi elektromagnetik. Dalam sistem penginderaan jauh, sensor dapat dibedakan dalam 2 kategori yaitu:

  1. Sensor Aktif, mempunyai sumber energi sendiri. Pengukuran dengan sensor aktif lebih dapat dikontrol karena tidak tergantung kepada kondisi cuaca dan waktu.  Sebagai contoh sensor aktif antara lain scanner LASER, RADAR altimeter, Citra RADAR, dsb
  2. Sensor Pasif, tergantung pada sumber energi dari luar, yaitu matahari. Sehingga penginderaan jauh sistem pasif menerima energi yang dipantulkan dan/atau dipancarkan dari permukaan bumi. Teknologi penginderaan jauh satelit menggunakan sensor dengan saluran tampak mata (visible) dan inframerah. Kamera fotografi adalah merupakan sensor pasif yang paling lama dan umum dipakai. Sebagai contoh lain sensor pasif adalah gamma-ray spectrometer, kamera udara, kamera video dan scanner multispektral dan termal, dsb.
Wahana/Platform

Sistem wahana (platform) penginderaan jauh dapat dikategori dalam dua sistem:

  1. Penginderaan jauh dengan airborne, yaitu dengan menggunakan pesawat udara (aircraft), balon udara, dan sebagainya.
  2. Sistem penginderaan jauh menggunakan sistem speceborne yaitu dengan menggunakan wahana satelit, pesawat ruang angkasa, dsb.
Citra Penginderaan Jauh Satelit

Citra satelit penginderaan jauh adalah gambaran 2 dimensi (2D) yang menggambarkan suatu obyek dari pandangan nyata. Citra penginderaan jauh satelit menggambarkan bagian dari permukaan bumi yang terlihat dari suatu ruang.


Citra dapat berbentuk analog maupun digital. Sebagai contoh, foto udara merupakan citra analog berupa film dengan proses kimiawi untuk mendapatkan citra, sedang citra satelit didapatkan dari sensor elektronik dan diproses secara digital. Citra satelit yang dicetak atau dalam bentuk hardcopy dapat juga disebut sebagai citra/data analog.

Data penginderaan jauh tidak hanya sekedar sebagai gambar, tetapi data citra disimpan dalam format grid secara reguler yang biasa disebut sebagai data raster yang terdiri dari baris (row) dan kolom (column). Satu elemen terkecil dinamakan sebagai pixel (picture element). Untuk setiap pixel mempunyai informasi koordinat (row dan column) dan nilai spectral yang dikonversi dalam bentuk angka, yang biasa disebut DN (Digital Number).


Tiap pixel menggambarkan bagian wilayah permukaan bumi dengan nilai intensitas serta lokasi alamat dalam bentuk 2 dimensi. Nilai intensitas tersebut menggambarkan ukuran kuantitas fisik yang merupakan pantulan atau pancaran radiasi matahari dari suatu obyek dengan panjang gelombang tertentu yang diterima oleh sensor. Seperti disebutkan sebelumnya, intensitas pixel disimpan sebagai nilai digital (DN; Digital Number). DN disimpan dalam bits dengan jumlah tertentu.

Contoh Nilai Spektral Citra Satelit
Kualitas data penginderaan jauh pada utamanya ditentukan oleh karakteristik sistem sensor platform.

Data citra satelit Landsat TM5
dengan nilai spektral yang dimilikinya
Resolusi
  1. Resolusi Spektral atau radiometrikResolusi ini berdasarkan pada masing-masing bagian dari Spektrum Elektromagnetik yang diukur dan perbedaan energi yang diamati. Sebagi contoh : Landsat 7 ETM+ mempunyai 9 saluran/band, SPOT5 menggunakan 5 band dan IKONOS II menggunakan 5 band.
  2. Resolusi SpasialResolusi spasial didasarkan pada unit terkecil suatu obyek yang diukur, menunjukkan ukuran minimum obyek. Sebagai contoh ukuran per pixel untuk SPOT5 Pankromatik 5m x 5m dan 2.5m x 2.5; Multispektral 10m x 10m dan Landsat 7 ETM+ Pankromatik 15m x 15m; Multispektral 30m x 30m Termal A dan B 60m x60m; serta IKONOS II Pankromatik 1m x 1m, Multispektral 4m x 4m.
  3. Resolusi TemporalResolusi temporal (Revisit time) adalah waktu pengulangan pengambilan atau perekaman data pada posisi obyek yang sama. Satelit Landsat 7 ETM+ melakukan pengambilan atau perekaman data pada posisi obyek yang sama setiap 16 hari, sedangkan satelit IKONOS II selama 4 hari untuk posisi tegak dan setiap hari dapat melakukan perekaman karena kemampuannya untuk perekaman dalam posisi oblique (miring).

Sumber :
  • Lillesand and Kiefer, “Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Penginderaan Jauh", Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998.
  • Lucas L. F. Jenssen & Wim H. Bakker. 2000. “Principles of Remote Sensing. ITC Educational Textbook Series”. The International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC), Enschede – The Netherlands.

Friday, May 22, 2015

Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis sesungguhnya mempunyai arti yang sangat luas dan sukar untuk didefinisikan secara tepat. Beberapa ahli telah mencoba mendefinisikan dari sudut pandangnya masing-masing sehingga muncul beberapa istilah tentang Sistem Informasi Geografis. Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem perangkat yang dapat melakukan pengumpulan, penyempurnaan, pengambilan kembali, transformasi dan visualisasi dari data spasial bumi untuk kebutuhan tertentu (Burrough, P.A., 1986).

Menurut Aronoff (1989) secara umum Sistem Informasi Geografis merupakan sekumpulan prosedur secara manual maupun berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan menganalisis data bereferensi geografik.

Dari definisi tersebut maka Sistem Informasi Geografi pada hakekatnya dapat berfungsi sebagai :
  1. Bank data terpadu, yaitu memadukan data spasial dan non spasial dalam suatu Relational Database Management System.
  2. Sistem modeling dan analisa, yaitu sebagai sarana evaluasi potensi wilayah dan perencanaan spasial.
  3. Sistem pengelolaan yang bereferensi geografis, yaitu untuk mengelola operasional dan administrasi yang bereferensi posisi geografi.
  4. Sistem pemetaan berkomputer, yaitu sistem yang dapat menyajikan peta sesuai dengan kebutuhan.
Fungsi-fungsi tersebut di atas dapat berjalan karena GIS memiliki kemampuan dalam mendeskripsi data geografi, data-data geografi yang dapat dideskripsikan oleh GIS adalah :
  1. Data spasial yang berkaitan dengan posisi pada koordinat tertentu.
  2. Data non spasial (atribut) yang tidak berkaitan dengan posisi berupa warna, nama, dan sebagainya.
  3. Hubungan antara data spasial, non spasial dan waktu.
Sistem Informasi Geografis menghubungkan data spasial dengan informasi geografis mengenai feature tertentu pada peta. Feature yang dimaksud adalah kenampakan obyek dalam peta yang berbentuk titik, garis, atau poligon. Informasi ini disimpan sebagai atribut atau karakteristik dari feature yang disajikan secara grafis (Team RePPMIT Bakosurtanal, 1991).

Komponen Sistem Informasi Geografis
Komponen dasar Sistem Informasi Geografik terdiri dari empat macam (Arronoff, 1989) : 
  1. Pemasukan data (Input data). Pemasukan data merupakan suatu prosedur pengkodean data ke dalam suatu bentuk yang dapat dibaca komputer dan menuliskannya ke dalam basis data Sistem Informasi Geografis. Pemasukan data dengan jalan mengubah data dari format analog ke format digital. Data yang dimasukkan dalam SIG mempunyai dua tipe data yaitu data spasial dan data atribut (data non-spasial). Data spasial menyajikan lokasi geografis suatu kenampakan muka bumi (feature). Titik, garis dan luasan dipakai untuk menyajikan feature geografis seperti jalan, hutan, persil tanah dan lain-lain. Data atribut menyajikan informasi diskriptif seperti nama jalan, komposisi hutan atau nama pemilik persil. Adapun cara pemasukaan data yang umum digunakan dalam SIG yaitu melalui keyboard, digitasi dengan perangkat digitizer, scanning, koordinat geometri, konversi file data digital.
  2. Manajemen data (Data management). Komponen ini berisikan fungsi-fungsi untuk menyimpan dan memanggil kembali data. Data-data masukan dalam SIG dikelola sedemikian rupa dalam suatu sistem basis data. Basis data didefinisikan sebagai kumpulan data yang saling berhubungan yang disimpan bersama dengan sedikit redundansi serta mampu melayani lebih dari satu pemakai. Organisasi konseptual dalam suatu basis data disebut dengan model data. Ada tiga model data yang dipergunakan dalam mengorganisasi data atribut yaitu : model data hirarki, jaringan dan relasional. Sedangkan model data spasial dapat berupa data vektor dan data raster. 
  3. Manipulasi dan analisis data (Data manipulation dan analysis). Dalam fungsi manipulasi dan analisis ini data diolah sedemikian rupa guna memperoleh informasi yang diinginkan dari Sistem Informasi geografis. Manipulasi dan analisis dengan membuat algoritma dari data grafis dan atribut yang berupa tumpang-susun (overlaying) data grafis maupun pengkaitan data grafis dan atribut.
  4. Penyajian Data (Output data). Penyajian data merupakan prosedur untuk menyajikan informasi dari SIG dalam bentuk yang diinginkan pemakai. Output data disajikan dalam hardcopy dan softcopy. Output dalam format hardcopy berupa tampilan permanen, biasanya dicetak pada kertas, film fotografik atau material lain. Output dalam softcopy disajikan melalui layar komputer baik berupa teks atau grafik maupun sebagai langkah guna melihat hasil analisis sebelum dicetak secara permanen.
Data Sistem Informasi Geografi 
Data dalam SIG merupakan bahan baku yang diproses oleh Sistem Informasi Geografis sehingga dihasilkan informasi yang menggambarkan kenampakan permukaan bumi (real world). Jenis data geografi dalam SIG terdiri dari : 
  1. Data spasial, yaitu data grafis yang berkaitan dengan lokasi, posisi dan area pada koordinat tertentu. Data spasial mempunyai beberapa hubungan geografi, meliputi :
  2. - Geometri, yaitu bagaimana masing-masing elemen data dijelaskan pada hubungan titik, garis, dan lain-lain serta sistem koordinat yang digunakan. Ada tiga model data yang dipergunakan dalam menangani data atribut, yaitu model data hierarki, jaringan dan relasional. Sedangkan untuk organisasi data spasial, dalam SIG kita mengenal 2 macam model data, yaitu model data raster dan model data vektor.
    - Topologi, yaitu hubungan satu elemen terhadap elemen yang lain.
    - Kartografi, yaitu bagaimana elemen peta ditampilkan pada monitor atau plotter disajikan secara kartografi.
  3. Data non spasial (atribut), menguraikan karakteristik objek-objek geografi dari spasialnya seperti warna, tekstur dan keterangan lainnya.
  4. Hubungan antara data spasial, non spasial dan waktu.
Klasifikasi Feature Peta
Dalam Sistem Informasi Geografi, peta merupakan penyajian data informasi secara grafis dari kenampakan (feature) permukaan bumi. Data atau informasi dari kenampakan permukaan bumi ditampilkan dalam feature peta. Berdasarkan kenampakan karakteristik, feature peta dikelompokan menjadi 3 :
  1. Feature titik, yaitu kenampakan geografis permukaan bumi berupa titik yang dibentuk dari sepasang koordinat yang mempunyai suatu identifier yang menghubungkan ke suatu tabel atribut feature. Contoh feature titik pada peta skala kecil adalah letak kota yang direpresentasikan dengan titik. Isi dari tabel atribut feature titik ini adalah keterangan nama kota, jumlah penduduk dan sebagainya.
  2. Feature garis, yaitu kenampakan geografis permukaan bumi berupa garis yang terbentuk dari serangkaian koordinat yang mempunyai identifier yang menghubungkan ke tabel atribute feature garis. Contohnya adalah feature jalan dan sungai dimana tabel atribut feature-nya berisi nama jalan, panjang jalan, nama sungai, panjang sungai dan sebagainya.
  3. Feature luas, yaitu kenampakan geografis permukaan bumi berupa luasan yang terbentuk dari beberapa rangkaian koordinat dimana koordinat awal dan koordinat akhirnya sama serta mempunyai identifier di dalamnya yang menghubungkan tabel atribut feature luasan. Contohnya adalah batas administrasi kabupaten, kecamatan, desa dan sebagainya. Isi tabel atributnya adalah luas wilayah, keliling, nama batas administrasi dan sebagainya.
Basis Data Sistem Informasi Geografi 
Basis data menurut Aronoff (1989) adalah suatu kumpulan informasi tentang sesuatu yang disimpan di dalam memori komputer yang berasal dari kumpulan data spasial dan data non spasial yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Basis data bertujuan menyediakan informasi dengan data yang terdiri dari kumpulan data yang saling berkaitan satu sama lain. 

Dalam sistem informasi geografis, data dikelompokkan dalam dua bagian yaitu data spasial atau grafis yang diperoleh dari hasil digitasi peta dan data non spasial atau atribut yang menerangkan data spasialnya. Perpaduan antara data spasial dan data non spasial ini disebut basis data. Dengan komputer untuk penanganan data tersebut akan memudahkan serta meningkatkan fungsi dari basis data tersebut, hal ini disebabkan bentuk datanya dalam format digital. 

Konsep basis data merupakan kekuatan utama SIG yang membedakan dengan sistem pemetaan komputer lainnya yang hanya mampu memproduksi output grafis yang baik. SIG mengorganisasi data geografis dalam suatu basis data. 

Basis data SIG menghubungkan data spasial dan informasi geografis tentang suatu feature tertentu pada peta. Informasi geografis ini merupakan data sematis (atribut) yang mendiskripsikan lebih jauh kenampakan feature yang sebenarnya. Konsep hubungan data spasial dan data atribut dalam SIG merupakan implementasi dari model data relasional. 

Pada model data relasional, setiap data tersimpan sebagai record (kumpulan nilai yang berdiri sendiri dalam bentuk rekaman sederhana) yang disebut tuple. Semua tuple dikumpulkan bersama dalam suatu tabel dua dimensi dan masing-masing tabel selalu disimpan dalam berkas tabel terpisah. Meskipun demikian tabel-tabel tersebut dapat dihubungkan dengan menggunakan suatu medan umum.

Thursday, May 21, 2015

HCV (High Conservation Value/Nilai Konservasi Tinggi)

Pembangunan di berbagai bidang memungkinkan penanaman modal dan perusahaan asing untuk berkembang dengan baik di Indonesia. Salah satunya adalah perkebunan sawit. Tingginya modal asing dibandingkan pemodal dalam negeri menyebabkan pembukaan lahan yang lebih bersifat besar-besaran.

Kekhawatiran berbagai pihak mengenai hal ini termasuk berkurang, namun mulai  terlihat dampak negatif dengan terganggunya ekosistem liar atau alami yang tersisa di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan perhatian bahkan mengajukan beberapa pilihan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, juga menggugah pasar untuk membatasi dan mengontrol pemanfaatan yang dituangkan dalam sertifikasi produk-produk yang ramah lingkungan.

Pada prakteknya perkebunan sawit diharuskan memelihara dan mengelola kawasan-kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi yang berada dalam area konsesi perkebunan. Praktek-praktek pengelolaan ini memberikan kenyamanan dan keyakinan pada masyarakat sekitar dan konsumen bahwa dengan memakai produk tersebut berarti masyarakat ikut serta melestarikan alam.

High Conservation Value atau Nilai Konservasi Tinggi adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah kawasan baik itu lingkungan maupun sosial, seperti habitat satwa liar, daerah perlindungan resapan air atau situs arkeologi (kebudayaan) dimana nilai-nilai tersebut diperhitungkan sebagai nilai yang sangat signifikan atau sangat penting secara lokal, regional atau global (Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia, 2008).

HCV dikembangkan pertama kali oleh the Forest Stewardship Council (Badan Sertifikasi Dalam Pengelolaan Hutan Bertanggung Jawab), sebagai bagian dari standar pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan dilakukan dengan memperhatikan hukum, tanggung jawab, hak penduduk asli, hubungan dengan masyarakat dan hak pegawai, keuntungan yang diperoleh dari hutan, dampak lingkungan, rencana manajemen (pengelolaan), pemantauan dan pendataan (monitoring and assessment), pemeliharaan hutan dengan nilai konservasi tinggi, perkebunan yang akhirnya tertuang dalam Prinsip-Prinsip FSC (Forest Stewardship Council, 1999):

          Prinsip 1. Mengikuti hukum yang berlaku dan Prinsip-Prinsip FSC
          Prinsip 2. Jangka waktu dan hak guna dan tanggung jawab
          Prinsip 3. Hak masyarakat pribumi
          Prinsip 4. Hubungan dengan masyarakat dan hak pekerja
          Prinsip 5. Keuntungan yang diperoleh dari hutan
          Prinsip 6. Dampak terhadap lingkungan
          Prinsip 7. Rencana pengelolaan
          Prinsip 8. Pemantauan dan pendataan
          Prinsip 9. Pemeliharaan hutan dengan nilai konservasi tinggi
          Prinsip 10. Perkebunan

Dapat digaris-bawahi bahwa pemeliharaan hutan dengan nilai konservasi tinggi dimasukkan dalam Prinsip ke-9 Forest Stewardship Council untuk Prinsip dan Kriteria Pengelolaan Hutan.

Dalam perkembangannya, konsep ini digunakan lebih luas seperti untuk perencanaan konservasi, perencanaan pemanfaatan sumber daya alam, advokasi, restrukturisasi kebijakan perusahaan dalam hal pembelian komoditas kayu dan lainnya.

Dalam Sub sektor Perkebunan Kelapa Sawit, sejak November 2005 melalui pertemuan Meja Bundar Multistakeholders (Roundtable Sustainable Palm Oil), HCV sepakat dijadikan bagian yang harus dilindungi. HCV terdapat dalam prinsip ke 5 dan 7.

Nilai-nilai Konservasi Tinggi (HCV)
Enam tipe HCV melingkupi nilai-nilai keanekaragaman hayati, jasa ekosistem, sosial dan budaya.

HCV 1. Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting
  • HCV 1.1. Kawasan yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman Hayati Bagi Kawasan Lindung dan / Konservasi.
  • HCV 1.2. Spesies Hampir Punah.
  • HCV 1.3. Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Populasi Spesies yang Terancam, Penyebaran Terbatas atau Dilindungi yang Mampu Bertahan Hidup (Viable Population).
  • HCV 1.4. Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Spesies atau Sekumpulan Spesies yang Digunakan Secara Temporer.

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae),
termasuk satwa yang terancam kepunahan
HCV 2. Kawasan Bentang Alam yang Penting Bagi Dinamika Ekologi Secara Alami

  • HCV 2.1. Kawasan Bentang Alam Luas yang Memiliki Kapasitas untuk Menjaga Prosesdan Dinamika Ekologi
  • HCV 2.2. Kawasan Lansekap yang Berisi Dua atau Lebih Ekosistem dengan Garis Batas yang Tidak Terputus (berkesinambungan)
  • HCV 2.3. Kawasan yang Mengandung Populasi dari Perwakilan Spesies Alami

HCV 3. Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah


Hutan kerangas, salah satu ekosistem langka
HCV 4. Kawasan Yang Menyediakan Jasa-jasa Lingkungan Alami

  • HCV 4.1. Kawasan atau Ekosistem yang Penting Sebagai Penyedia Air dan Pengendalian Banjir bagi Masyarakat Hilir
  • HCV 4.2. Kawasan yang Penting Bagi Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
  • HCV 4.3. Kawasan yang Berfungsi Sebagai Sekat Alam untuk Mencegah Meluasnya Kebakaran Hutan atau Lahan



DAS (Daerah ALiran Sungai)
HCV 5. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal


Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat dari Hasil Hutan
HCV 6. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting Untuk Identitas Budaya Tradisional Masyarakat Lokal


Tempat Keramat sebagai Identitas Budaya Tradisional

Sumber :
Pengenalan Dasar HCV, ZSL Indonesia