Pembangunan di berbagai bidang memungkinkan penanaman modal dan perusahaan asing untuk berkembang dengan baik di Indonesia. Salah satunya adalah perkebunan sawit. Tingginya modal asing dibandingkan pemodal dalam negeri menyebabkan pembukaan lahan yang lebih bersifat besar-besaran.
Kekhawatiran berbagai pihak mengenai hal ini termasuk berkurang, namun mulai terlihat dampak negatif dengan terganggunya ekosistem liar atau alami yang tersisa di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan perhatian bahkan mengajukan beberapa pilihan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, juga menggugah pasar untuk membatasi dan mengontrol pemanfaatan yang dituangkan dalam sertifikasi produk-produk yang ramah lingkungan.
Pada prakteknya perkebunan sawit diharuskan memelihara dan mengelola kawasan-kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi yang berada dalam area konsesi perkebunan. Praktek-praktek pengelolaan ini memberikan kenyamanan dan keyakinan pada masyarakat sekitar dan konsumen bahwa dengan memakai produk tersebut berarti masyarakat ikut serta melestarikan alam.
High Conservation Value atau Nilai Konservasi Tinggi adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah kawasan baik itu lingkungan maupun sosial, seperti habitat satwa liar, daerah perlindungan resapan air atau situs arkeologi (kebudayaan) dimana nilai-nilai tersebut diperhitungkan sebagai nilai yang sangat signifikan atau sangat penting secara lokal, regional atau global (Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia, 2008).
HCV dikembangkan pertama kali oleh the Forest Stewardship Council (Badan Sertifikasi Dalam Pengelolaan Hutan Bertanggung Jawab), sebagai bagian dari standar pengelolaan hutan. Pengelolaan hutan dilakukan dengan memperhatikan hukum, tanggung jawab, hak penduduk asli, hubungan dengan masyarakat dan hak pegawai, keuntungan yang diperoleh dari hutan, dampak lingkungan, rencana manajemen (pengelolaan), pemantauan dan pendataan (monitoring and assessment), pemeliharaan hutan dengan nilai konservasi tinggi, perkebunan yang akhirnya tertuang dalam Prinsip-Prinsip FSC (Forest Stewardship Council, 1999):
Prinsip 1. Mengikuti hukum yang berlaku dan Prinsip-Prinsip FSC
Prinsip 2. Jangka waktu dan hak guna dan tanggung jawab
Prinsip 3. Hak masyarakat pribumi
Prinsip 4. Hubungan dengan masyarakat dan hak pekerja
Prinsip 5. Keuntungan yang diperoleh dari hutan
Prinsip 6. Dampak terhadap lingkungan
Prinsip 7. Rencana pengelolaan
Prinsip 8. Pemantauan dan pendataan
Prinsip 9. Pemeliharaan hutan dengan nilai konservasi tinggi
Prinsip 10. Perkebunan
Dapat digaris-bawahi bahwa pemeliharaan hutan dengan nilai konservasi tinggi dimasukkan dalam Prinsip ke-9 Forest Stewardship Council untuk Prinsip dan Kriteria Pengelolaan Hutan.
Dalam perkembangannya, konsep ini digunakan lebih luas seperti untuk perencanaan konservasi, perencanaan pemanfaatan sumber daya alam, advokasi, restrukturisasi kebijakan perusahaan dalam hal pembelian komoditas kayu dan lainnya.
Dalam Sub sektor Perkebunan Kelapa Sawit, sejak November 2005 melalui pertemuan Meja Bundar Multistakeholders (Roundtable Sustainable Palm Oil), HCV sepakat dijadikan bagian yang harus dilindungi. HCV terdapat dalam prinsip ke 5 dan 7.
Nilai-nilai Konservasi Tinggi (HCV)
Enam tipe HCV melingkupi nilai-nilai keanekaragaman hayati, jasa ekosistem, sosial dan budaya.
HCV 1. Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting
- HCV 1.1. Kawasan yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Keanekaragaman Hayati Bagi Kawasan Lindung dan / Konservasi.
- HCV 1.2. Spesies Hampir Punah.
- HCV 1.3. Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Populasi Spesies yang Terancam, Penyebaran Terbatas atau Dilindungi yang Mampu Bertahan Hidup (Viable Population).
- HCV 1.4. Kawasan yang Merupakan Habitat bagi Spesies atau Sekumpulan Spesies yang Digunakan Secara Temporer.
|
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae),
termasuk satwa yang terancam kepunahan
|
HCV 2. Kawasan Bentang Alam yang Penting Bagi Dinamika Ekologi Secara Alami
- HCV 2.1. Kawasan Bentang Alam Luas yang Memiliki Kapasitas untuk Menjaga Prosesdan Dinamika Ekologi
- HCV 2.2. Kawasan Lansekap yang Berisi Dua atau Lebih Ekosistem dengan Garis Batas yang Tidak Terputus (berkesinambungan)
- HCV 2.3. Kawasan yang Mengandung Populasi dari Perwakilan Spesies Alami
HCV 3. Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah
|
Hutan kerangas, salah satu ekosistem langka |
HCV 4. Kawasan Yang Menyediakan Jasa-jasa Lingkungan Alami
- HCV 4.1. Kawasan atau Ekosistem yang Penting Sebagai Penyedia Air dan Pengendalian Banjir bagi Masyarakat Hilir
- HCV 4.2. Kawasan yang Penting Bagi Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
- HCV 4.3. Kawasan yang Berfungsi Sebagai Sekat Alam untuk Mencegah Meluasnya Kebakaran Hutan atau Lahan
|
DAS (Daerah ALiran Sungai) |
HCV 5. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Kebutuhan Dasar Masyarakat Lokal
|
Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat dari Hasil Hutan |
HCV 6. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting Untuk Identitas Budaya Tradisional Masyarakat Lokal
|
Tempat Keramat sebagai Identitas Budaya Tradisional |
Sumber :
Pengenalan Dasar HCV, ZSL Indonesia